Halo. Hello. 你好. 안녕. こんにちは. สวัสดี. Xin Chào. привет.
Itulah salam dalam bahasa-bahasa asing yang udah aku pelajari selama 4 tahun belajar di luar negeri. Sebenarnya bukan cuma itu aja, masih banyak lagi bahasa asing yang aku pernah dengar dan pelajari sedikit-sedikit selama jadi pelancong/pelajar di satu kota di China, yaitu kota Xiamen.
Aku sendiri sampai sekarang masih bingung, kok bisa sih aku tinggal selama itu di negara lain? Padahal waktu itu aku menganggap udah pewe banget di Indonesia dan jalan hidupku emang mungkin akan lurus-lurus aja dengan kuliah dan kerja di Indonesia.
Tapi ternyata, jalan hidupku sedikit bercabang. Tiba-tiba aku dikasih kesempatan untuk studi di luar negeri. Awalnya aku pikir,
"Haduh, mana bisa sih gua bertahan selama itu di luar negeri?"
"Gimana cara gua hidup dan beradaptasi di tempat yang gua sama sekali gak pernah pergi? Bahkan bahasanya aja gua gak bisa ngomong sama sekali."
"GA ADA YANG GUA KENAL DISANA! TAKUT WOY! Takut diculik, takut ilang, takut dirampok, takut gak punya temen."
Banyak banget negative thoughts yang melintas di kepalaku selama aku disuruh mengambil keputusan mau atau nggak. Walapun begitu, di sisi lain sebenarnya aku ada sedikit pengen mencoba, penasaran, dan rasa sayang kalau menolak kesempatan ini. Akhirnya dengan hanya 10% niat untuk pergi, jadilah aku pergi ke China dengan bermodalkan nekat dan rasa penasaran. Teman-teman juga bilang, "Yakin mau pergi lo? Yakin? Yakin?!" yang terkadang bikin untuk mikir lagi keputusanku ini. Nah di saat itu aku baru tau, kalau rasa penasaran itu bisa ngalahin ketakutan. Anyway, aku pikir awalnya cuma niat belajar bahasa Mandarin, nggak sampai kuliah disana. (Tapi ternyata, nasib membawaku untuk lanjut kuliah disana juga. Hehehe.)
Hari-H berangkat ke sana, ih, sedih banget loh. Untuk anak kicik seperti aku yang anak rumahan, biasanya hidup bergantung bapak emak, baru lulus SMA, tiba-tiba disuruh hidup sendiri di luar negeri, rasanya gimana sih? Jujur aja, waktu sampai di tempat tinggalku yaitu di dorm sekolah, aku sempat nangis-nangis loh. Dalam otak aku isinya: YA AMPUN KENAPA GUE KESINI! KENAPA! Apalagi mengetahui kalau sekolahku itu letaknya jauh dari kota, di pedesaan lah lebih tepatnya. Sedih gak sih anak kota tiba-tiba nyasar di desa?! Untungnya, di sana ternyata ada sepupu yang satu sekolah sama aku, jadi dia yang banyak banget bantuin aku untuk pendaftaran, urusan sekolah, dorm, dan lain-lain disaat aku nggak bisa ngomong sepatah katapun. (THANKYOU!)
Nah, disaat aku berpikir gimana biar aku punya teman, datanglah roomateku yang sesama orang Indonesia. Bersyukur banget punya roomate orang Indonesia yang bahasa Mandarinnya ternyata jago banget. Dari sana, akhirnya aku dengan susah payah punya circle of friends yang sampai sekarang pun masih contact satu sama lain. Aku yang sebenarnya lumayan nggak bisa bersosialisasi, pendiam, dan pemalu ini akhirnya memberanikan diri untuk ngomong sama orang-orang sekitar dan orang-orang di kelas. Wohoo akhirnya aku pun punya teman selama 1 semester!
1 semester, 2 semester akhirnya lewat dengan damai. Aku juga akhirnya bisa ngomong sedikit-sedikit basic mandarin, dan juga udah sempat jalan-jalan juga di kota. Eh, waktu habis semester 2, ternyata teman-teman banyak yang udah kelar belajar bahasanya dan akan pulang ke negara masing-masing. SEDIH, KRISIS TEMAN LAGI DONG GUA!
Semester baru, menggunakan cara lama yaitu mencari teman di kelas dengan ke-enggak tahu diri-an aku ini SKSD dengan mereka. And it worked! Kuncinya itu cuma satu, yaitu pikirlah kalau anak-anak baru juga pasti butuh teman. So, be nice to people! You'll never know what you'll get. Hari-hari selama menjadi anak bahasa berjalan lancar dan very enjoyable. Aku juga belajar banyak selama stay disana, mulai dari belajar mandiri, belajar komunikasi dengan orang baru, belajar bahasa mandarin tentunya, belajar nawar harga dan marah-marah pakai bahasa mandarin, dan belajar membedakan mana yang baik dan buruk in any relationship. Aku sendiri dari yang nggak terbiasa banget dengan budaya di sana, dan nggak biasa berkomunikasi dengan orang banyak, lama kelamaan jadi terbiasa dan enjoy aja. Malahan, seru banget loh berteman dengan orang luar negeri. Bertukar pikiran, mempelajari budaya negara lain, bahasa mereka, saling membantu dalam hal belajar bahasa mandarin, dan mereka juga ternyata sangat tertarik dengan budaya Indonesia. Mereka malah suka banget nanyain kalau di Indonesia itu bagaimana budayanya, bahasanya, cara ngomong ini bagaimana, itu bagaimana. Seru banget deh pokoknya. Aku yang awalnya cuma mau belajar bahasa, akhirnya memutuskan untuk lanjut kuliah lagi di moment ini.
Akhirnya hari-hari belajar bahasa berakhir, dan mulailah step baru menuju kuliah. Course kuliah yang aku ambil ini khusus untuk orang luar, jadi nggak ada native Chinese di kelas. Teman-teman yang lain banyak yang udah pulang, atau beda kelas. Sendiri lagi deh. Tapi dengan banyak usaha dan banyak bawel, akhirnya aku jadi punya teman lagi. Jangan takut bawel sama orang, jangan takut malu-maluin, jangan takut dikira kepo, jangan takut dikira SKSD, dan jangan menyerah waktu susah. Karena ternyata mereka juga butuh orang lain untuk bantuin mereka.
Selama aku di China, aku juga berkesempatan untuk traveling ke tempat-tempat yang unik banget dan banyak banget yang diluar ekspektasi. Memang sih nggak semuanya berjalan lancar, malah ada beberapa moment yang bikin aku kayak, "Harusnya gue gak kesini dari awal." Ketinggalan kereta, ketinggalan pesawat, nyasar, sebel-sebelan sama travelmate, hampir nggak punya tempat tinggal, dan masih banyak lagi kejadian lainnya. Kalau dipikir-pikir lagi sekarang, rasanya aku tetap senang sih punya pengalaman aneh-aneh begitu. Supaya bisa selalu diingat di masa depan. Kalau diomongin lagi sama teman-teman sekarang, malah rasanya mau ketawa terus waktu ingat perjalanan-perjalanan absurd kita.
2 tahun pertama, aki selalu excited waktu mau pulang ke Indonesia ketika ada libur. Excited banget. Tapi, 2 tahun setelahnya rasanya berat banget untuk pulang lagi ke Indonesia. Apalagi ketika tahu kalau akan susah banget untuk bertemu kembali dengan teman-teman yang tinggal di luar negeri. Ngobrol juga cuma bisa lewat chat/call, dan ada perbedaan waktu juga. Sedih banget rasanya. Mengingat dulu, sedih banget rasanya waktu akan meninggalkan Indonesia dan jadi pelancong/pelajar di luar negeri. Di luar comfort zone. Tapi sekarang malah sedih banget waktu akan pulang ke Indonesia. Bingung kan?
Oh iya, useful tips nih: Satu hal penting ketika lagi mau mengurus dokumen sekolah, harus SABAR BANGET. Karena, jujur aja, orang-orang kantor sekolah itu kurang helpful dalam membantu kegalauan dan kerisauan anak-anak rantau ini. Nggak cuma sekolah, orang-orang kantor imigrasi di China itu juga nggak helpful. Mereka kebanyakan mau terima jadi aja. Nggak semua begitu sih, aku sendiri beberapa kali mau mengurus VISA PELAJAR itu susahnya kebangetan. Selalu dipersulit, entah kurang dokumen ini, dokumen itu, belum lagi diomelin sama petugas imigrasi, harus bolak-balik mengambil surat di kantor polisi yang letaknya terpencil dan selalu ramai, bahkan ketika gue datangnya sengaja pagi banget, tetap aja ramai. Bawalah orang yang bisa Mandarin, karena mereka semua nggak bisa ngomong bahasa Inggris. Melalui ini semua, aku jadi orang yang lumayan suka marah-marah deh. Yah, setiap hal kan ada pros and cons nya lah. Kalau masalah studi di luar negeri, ini lah cons nya.
Kalau dibanding-bandingkan antara pros and cons, kayaknya sih aku lebih melihat lebih banyak pros. Selain roomate yang baik-baik, teman-teman juga baik, belajarnya juga sukses (aku dinobatkan sebagai honor student loh hehehe), dan banyak traveling! Consnya sih paling orang-orang yang kurang ramah, dan banyak yang suka meludah di jalan. Itu termasuk cons bukan ya? Huahaha.
Oke jadi ya begitulah kira-kira cerita 4 tahun jadi orang luar negeri dariku. Kalau ada pertanyaan tentang studi di luar, terutama di China bisa tanya aja langsung ke instagram gue: @dionedaniela
Sekian!
Love, Daniela
No comments:
Post a Comment